SUKA DUKA QC FURNITURE BAGIAN 1
Saya mengenal profesi ini sewaktu di tempat pertama kali
bekerja, kebetulan teman ngobrol saya saat itu adalah staff QA dan sempat
berbincang tentang apa yang dilakukannya sehari-hari. Berkutat dengan data-data
statistik dan perhitungan serta yang ada kaitannya dengan klaim dari konsumen.
Tak lama bekerja di perusahaan asing milik Jepang tersebut,
saya sempat mengambil kuliah AKTA 4 dengan harapan bisa menjadi seorang guru.
Namun di tengah jalan akhirnya terputus saat saya diterima bekerja sebagai
seorang QC di perusahaan perwakilan furniture asing di Surabaya.
Saya akhirnya diterima di perusahaan tersebut dengan bekal
bahasa Inggris dengan NOL pengalaman di dunia mebel atau furniture. Beruntung
bos saya saat itu memang mencari fresh graduate yang memiliki kemampuan bahasa
Inggris dan skill komunikasi dengan mengabaikan pengalaman.
Selang dua minggu bekerja saya hampir saja “KELUAR” karena
tak betah dengan omelan senior yang cenderung kasar dan arogan. Untung saja
saya tetap bertahan dengan alasan susah sekali mencari pekerjaan saat itu. Di
pabrik mebel yang lumayan besar saat itu di Margomulyo tak banyak ilmu yang
saya dapat karena susah beradaptasi. Hanya beberapa istilah dasar konstruksi,
finishing dan packaging yang saya dapat. Saya lebih banyak belajar mengenai
cacat atau defect finishing saat itu, istilah seperti bubble, ngabut, nyuci,
warna dasar, warna gelap, serta beberapa variasi dalam American Finished.
Saya mencoba menyerap secepat-cepatnya ilmu di dunia
perkayuan atau furniture, bergaul dengan banyak “BUYER atau QC” dari BRAND atau
bendera lain serta dengan teknisi cat membuat pola pikir dan ilmu saya
bertambah. Namun sampai beberapa bulan hanya satu masalah yang belum bisa saya
atasi yakni berbicara atau cara menghadapi orang pabrik. Berhubung saya
terhitung junior apa yang saya minta mengenai perbaikan hasil produksi tidak
pernah ditanggapi, pabrik besar tempat saya inspek seolah menganggap saya tak
ada.
Untung saja ada rotasi kerja, saya akhirnya ditempatkan di daerah
Ngoro Mojokerto di sebuah pabrik mebel kecil milik orang Korea. Di tempat ini
saya mulai mengasah keberanian berargumentasi dan “ngeyel” dengan pihak pabrik
agar mereka mau melakukan apa yang saya minta berkaitan dengan kwalitas barang
yang dihasilkan. Di tempat ini saya akhirnya bertemu dengan UPIK ABU atau ibu
dari anak anak saya sekarang.
Banyak hal disini yang saya pelajari dari dunia mebeler atau
furniture, akan jelaskan DISINI nantinya. Tak lama berselang teman satu
angkatan saya di perusahaan ini hengkang dan pindah ke perusahaan lain yang
lebih elite dan mapan. Saya hanya berpesan pada sobat ini agar kelak suatu saat
jangan melupakan saya dan mengajak bergabung di tempat yang baru yang lebih
baik tentunya. Bagaimana kisahnya simak di SUKA DUKA QC FURNITURE BAGIAN 2…………….
Komentar
Posting Komentar